Minggu, 21 Agustus 2011

LAILA'TUL QADR

Ada beberapa manfaat yang sangat luar biasa di bulan Ramadhan yang fadilahnya tidak akan diketemukan di bulan-bulan yang lain dan mafaat tersebut menjadi idaman semua kaum muslimin Pertama, Berpuasa, tazdarus, nuzulul qur'an (turunnya Al-Qur'an) dan lailatu'l qadr,  
Dalam topik kali ini kita akan membahas tentang Lailatu'l Qadr, mengenai lailatu'l qadr terdapat berbagai pendapat mengenai penentuan kapan waktu malam Qadr atau lailatul qadr. Menurut tanyasyariah.wordpress.com, lebih dari 40 pendapat, dinyatakan oleh al-Hāfizh Ibn Hajar dalam Fathul Bāri [vol. IV, hal. 262]. Imam al-’Irāqi juga telah mengarang satu risalah khusus berjudul Syarh ash-Shadr bi Dzikr Lailatil Qadr yang menyebutkan perkataan para ulama dalam masalah ini. Pada kesempatan kali ini kami hanya akan membawakan sebagian dari pendapat yang dibawakan oleh Ibn Hajar:

  1. Malam Lailatul Qadr telah diangkat/dihapuskan, yaitu hukumnya hanya berlaku pada malam terjadinya hal tersebut dan tidak berlaku lagi sesudahnya. Pendapat ini dinisbatkan kepada Syī’ah Rāfidhah dan sebagian kalangan madzhab Hanafi. Dinukil dari Abū Hurairah bahwa beliau mengingkari pendapat ini.
  2. Lailatul Qadr hanya berlaku khusus pada satu tahun tertentu pada zaman Nabi `. Pendapat ini disebutkan oleh al-Fākihāni.
  3. Lailatul Qadr dimungkinkan terjadi pada keseluruhan tahun (tidak hanya di bulan Ramadhān). Pendapat ini masyhur di kalangan madzhab Hanafi.
  4. Lailatul Qadr berlaku di bulan Ramadhān dan dimungkinkan berlaku pada malam tertentu dari seluruh malam Ramadhān. Pendapat ini dipegang oleh Ibn ‘Umar, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah dalam Mushannaf-nya, juga Abū Hanīfah, Ibnu’l Mundzir dan as-Subki.
  5. Lailatul Qadr adalah malam pertengahan bulan Ramadhān. Pendapat ini dikutip oleh Sirāju’d Dīn Ibnu’l Mulaqqīn, guru Ibn Hajar. 
  6. Lailatul Qadr terdapat pada pertengahan akhir bulan Ramadhān. Pendapat ini dikutip dalam Syarh as-Suruji, dari al-Muhīth.
  7. Lailatul Qadr terdapat pada malam tertentu dari sepuluh pertengahan bulan Ramadhān. Pendapat ini disebutkan oleh an-Nawawi dan ath-Thabari menisbatkannya kepada `Utsmān Ibn Abī’l `Āsh dan al-Hasan al-Bashri serta dipegang oleh sebagian madzhab Syafi`i.
  8. Lailatul Qadr jatuh pada sepertiga akhir dari Ramadhān dan senantiasa berpindah-pindah setiap tahunnya. Pendapat ini dipegang oleh Abū Qilābah, Mālik, Ishaq, ats-Tsauri dan lain-lain.
  9. Pendapat-pendapat yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadr jatuh pada malam tertentu dari bulan Ramadhān: Malam ke-17: Zaid Ibn Arqam, sebagaimana diriwayatkan Ibn Abī Syaibah dan ath-Thabrāni. Beliau menyatakan bahwa malam tersebut adalah malam diturunkannya al-Qur’ān. Hal senada juga diriwayatkan dari Ibn Mas`ūd. Malam ke-19: `Ali Ibn Abī Thālib, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Abdu’r Razzāq, dan ath-Thabari juga menisbatkannya kepada Zaid Ibn Tsābit serta Ibn Mas`ūd. Malam ke-23: Mu’āwiyah, Ibn ‘Abbās, Sa’īd Ibnu’l Musayyib dan lain-lain. Malam ke-27: Pendapat Imam Ahmad dan satu riwayat dari Abū Hanīfah, Abū Hurairah, ‘Umar, Hudzaifah dan lain-lain. Bahkan Ubay Ibn Ka’b sampai bersumpah untuk itu.
Pendapat paling terakhir juga dipegang oleh Syaikh al-Albāni [lihat mis: Qiyām Ramadhān, hal. 12]. Mungkin hal ini juga didasarkan dari pengamatan beliau selama bertahun-tahun. Sependek pengalaman kami, maka kami juga memiliki kecenderungan untuk sependapat dengan beliau. Syaikh as-Sayyid Sābiq juga mengatakan bahwa mayoritas ulama berpendapat bahwa penentuan Lailatul Qadr jatuh pada malam ke-27. Kemudian beliau membawakan riwayat yang menguatkan hal tersebut. [Fiqh as-Sunnah vol. I, hal. 595]
Dalam menentukan malam ke-27, ada juga yang berdalil sebagai berikut: kata Lailatul Qadr terdiri dari 9 huruf dan diulang sebanyak 3 kali dalam surat al-Qadr, sehingga totalnya berjumlah 27 [Fathu'l Bārī, vol. IV, hal. 265]. Tentu semua ini tidak terjadi secara kebetulan, namun apakah benar hal tersebut mengisyaratkan penentuan waktu Lailatul Qadr di bulan Ramadhān? WaLlāhu a’lam bish shawāb.
Masih banyak pendapat lain di kalangan ulama terkait hal ini, juga argumen dan dalil mereka, yang tidak kami sebutkan di sini. Barangsiapa yang menginginkan keluasan dalam masalah ini hendaklah merujuk kepada Fathu’l Bārī.
Namun, berikut akan kami sebutkan sejumlah dalil terkait permasalahan yang tengah dibahas, sebelum kami sebutkan kesimpulan dan pendapat kami.
Dari ‘Āisyah, bahwa Nabi ` bersabda:
تَحَرّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah malam Lailatul Qadr di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” [HR. Al-Bukhāri II/710/1913 dan Muslim II/828/1169]
Dari Ibn ‘Umar, Nabi ` bersabda: “Carilah Lailatul Qadr pada tujuh hari terakhir.” [HR. Al-Bukhāri VI/2565/6590 dan Muslim II/822/1165]
Dari Ibn ‘Umar, Nabi ` bersabda:
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا فَلْيَتَحَرِّهَا لَيْلَةَ سَبْع وَعِشْرِيْن
“Barangsiapa yang mencari malam Lailatul Qadr maka hendaklah ia mencari pada malam kedua puluh tujuh.” [HR. Ahmad II/27/4808, dengan sanad yang shahih]
Dari Sahabat Ubay Ibn Ka’b, beliau berkata,
وَوَالله إِنِّي لأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ، هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللّهِ بِقِيَامِهَا. هِيَ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ. وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui Lailatul Qadr. Ia adalah malam di mana Rasulullah ` memerintahkan kami untuk melakukan shalat padanya, yaitu malam ke-27. Tandanya adalah pada pagi harinya matahari tampak berwarna putih dengan pancaran sinar yang tidak menyengat.” [HR. Muslim I/525/762, dan lain-lain]
Kesimpulan dan pendapat kami, apabila seseorang ingin mencari malam Lailatul Qadr, maka hendaklah ia mencarinya di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir. Jika tidak mampu, maka hendaklah ia mencari di malam ganjil pada tujuh hari terakhir. Dan, jangan sampai yang bersangkutan melewatkan malam ke-27, sebab malam tersebut adalah malam yang paling diharap sebagai Lailatul Qadr. WaLlāhu a’lam bish shawāb.

Bagimana Tanda-Tanda Lailatul Qadr?
Dari Ubay, Rasulullah ` bersabda,
وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا
“Tanda Lailatul Qadr pagi harinya matahari tampak putih dengan sinar yang tidak menyengat.” [HR. Muslim I/525/762]
Dari Ibn ‘Abbas, Nabi ` berkata:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ لاَ حَارَّةَ وَلاَ بَارِدَةَ تُصْبِحُ الشَّمْسُ صَبِيْحَتَهَا ضَعِيْفَةً حَمْرَاءَ
“(Malam) Lailatul Qadr adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah dan kemerah-merahan.” [HR. Ath-Thayālisi no. 2680, Ibnu Khuzaimah III/331, al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman III/334/3693, dengan sanad yang valid]

Apakah Keutamaan Malam Lailatul Qadr?
Allah `azza wa jalla berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿۳ تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’ān) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadr). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS. Al-Qadr: 1 - 5]
Cukuplah sebagai keagungan dan kemuliaan Lailatul Qadr bahwa Allah menyebutkan pada malam tersebut al-Qur’ān diturunkan dan malam itu lebih baik dibandingkan seribu bulan.
Yang dimaksud dengan turunnya al-Qur’ān pada Lailatul Qadr adalah sebagaimana ditafsirkan oleh Ibn ‘Abbās, yaitu al-Qur’ān secara keseluruhan dan sekaligus turun dari al-Lauhu’l Mahfūzh ke langit dunia, dan barulah kemudian diturunkan secara ayat per ayat kepada Nabi ` sesuai dengan perkembangan peristiwa.
Pada malam tersebut dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Allah berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ﴿۳﴾ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿٦﴾
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu diperinci segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kamilah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Rabbmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. Ad-Dukhān: 3 - 6]
Bagaimanakah Memanfaatkan Lailatul Qadr?
Rasulullah ` bersabda,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَاناً وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari II/709/1910 dan Muslim I/523/760)
Disunnahkan untuk memperbanyak doa pada malam tersebut. Diriwayatkan dari ‘Aisyah, beliau berkata : “Aku bertanya, ‘Ya Rasulullah `, menurut Baginda, sekiranya aku mengetahui kapan malam Lailatul Qadr terjadi, apa yang harus aku ucapkan?” Beliau menjawab,
اللّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Allāhumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annī. (Ya Allah, Engkaulah Sang Maha Pemaaf dan mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku).” [HR. At-Tirmidzi V/534/3513, Ibn Mājah II/1265/3850, dan lain-lain, dengan sanad yang shahih]
Dari Aisyah, beliau berkata,
كَانَ النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Adalah Rasulullah ` apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi istri-istrinya dan bersungguh-sungguh beribadah dalam rangka mencari Lailatul Qadr), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” [HR. Al-Bukhari II/171/1920 dan Muslim II/832/1174]
Juga dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Adalah Rasulullah ` bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” [HR. Muslim II/832/1174]

0 komentar:

Posting Komentar